Tinjauan Pustaka Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Makassar
Wednesday, 29 March 2017
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama.Untuk lebih jelasnya dan untuk memahami pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pajak, maka dikemukakan beberapa definisi pajak sebagai berikut:
Undang-undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa:
“Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani, dalam dalam Pudyatmoko (2009)
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan ) yang terutang olegh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan , dengan tidak mendapatklan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.”
Definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsursebagai berikut:
a. luran dan rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah negara. luran tersebut berupa uang (bukan barang).
b. Berdasarkan Undang-Undang, Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dan negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat di tunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeIuaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Fungsi pajak
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
3. Jenis – Jenis Pajak
Di Indonesia pajak dikelompokkan beberapa kategori, yaitu menurutgolongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya.
a. Menurut Golongannya
1)Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh).
2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif, adalah pajak yang penggenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
2) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikanpada objeknya baik pada berupa benda, keadaan, perbuatan,atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan subjek pajakmaupun tempat tinggal.
c. Menurut Lembaga Pemungutunnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang diadministrasikan pemerintah pusat dalam hal adalah Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jedral Pajak (DJP).
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakanuntuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri dari empat macam pajak, yaitu pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, biaya balik namakendaraan bermotor, dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan air permukaan. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan golongan C (mineral bukan logam dan batuan).
4. Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System
Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System,
Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Withholding System,
Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
5. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
a. Ajaran formal, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus, Ajaran ini diterapkan pada Official Assesment System.
b. Ajaran material, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya Undang- undang seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau sistem perbuatan. ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal,antara lain yaitu: pembayaran, kopensasi, daluwarsa/lewat,pembebasan, dan penghapusan.
1) Pembayaran yaitu utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan di hapus jika sudah dilakukan pembayaran kepada kas Negara.
2) Kompensasi yaitu apabila wajib pajak mempunyai kelebihan dalam pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang masih harus dibayar.
3) Daluwarsa/lewatyaitu terlampauinya waktu dalam melakukan penagihan utang pajak selama lima tahun sejak terjadi utang pajak.
4) Pembebasanyaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak.
5) Penghapusan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak dikarenakan keadaan keuangan wajib pajak.
6. Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
a. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi, perkembangan intelektual dan sistem pemungutan pajak itu sendiri. Walaupun perlawanan pajak ini secara nyata dari masyarakat, namunakibatnya masyarakat tidak mau membayar pajak.
b. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secaralangsung ditunjukkan terhadap fokus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Usaha tersebut dapat beruba pengelapan atau penyelundupanpajak, pembuatan faktur pajak fiktif, memanipulasi data, melalaikanpajak, dan sebagainya.
B. Efektivitas
Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai.semakin banyak rencana yang dapat dicapai,semakin efektif pula kegiatan tersebut,sehingga kata efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Anggriani, 2014)
C. Penagihan pajak
1. Pengertian Penagihan Pajak
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan (2011) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa).
2. Dasar penagihan Pajak
Dalam buku KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:
1) Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:
a. Surat Tagihan Pajak(SPT).
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
d. Surat Keputusan Pembetulan,Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,yangmenyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2) Pasal 12UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah :
a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b. Surat ketetapan pajak
c. Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.
3. Tindakan Penagihan Pajak
Proses penagihan pajak menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010)
Urutan
Tahapan Kegiatan Penagihan
Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Dasar hukum
1. Penerbitan surat teguran atau surat peringatan dan surat lain dan sejenis.
7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo utang pajak penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Pasal 8 s.d 11 permenkeu Nomor 24/PMK.03/2008
2. Penerbitan surat paksa
Sudah lewat 21(dua puluh satu) hari sejak terbitnya surat teguran / surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Pasal 7 UU Nomor 19/2000 dan pasal 15 s.d 23 peraturan menteri keuangan \nomor 24 /PMK.03/2008
3. Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan
Setelah lewat 2x24 jam surat paksa diberitahukan kepada penanggung jawab dan utang pajak belum dilunasi
Pasal 12 UU Nomor 19/2000
4. Pengumuman lelang
Setelah lewat waktu 14
hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Pasal 26 peraturan menteri keuangan Nomor 24/PMK.03`2008
5.Penjualan/pelelangan
barang sitaan
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan pasal 28 peraturan menteri keuangan nomor 24/PMK.03.2008
D. Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
1. Pelaksanaan Surat Teguran
Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian surat paksa dan sebagainya.
Sesuai pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penganggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran
Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau suerat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.
2. Penentuan tanggal jatuh tempo
Dalam buku KUP oleh Rudy suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010) Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukan penagihan pajak.
a. STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan setelah tanggal diterbitkan.
b. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang – undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
c. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak .
d. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.
e. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
f. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
3. Penerbitan Surat Teguran
Dalam buku KUP Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaranpajak mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak menepati keputusan tersebut.
Penerbitan Surat Teguran harus dilakukan dengan mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah sebagai berikut:
a. Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan selama 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan.
b. Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya untuk permohonanbanding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hakmengajukan permohonan banding
c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan:
1) Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan Keputusan Keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan tersebut).
2) Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan dengan SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo putusan banding adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan tersebut).
3) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT).
4) Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
Surat Teguran dalam rangka penagihan pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan dan atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 7 hari sejak tanggal jatuh tempo.
E. Penagihan Pajak dengan Surat paksa
1. UU penagihan pajak dan surat paksa (PPSP)
a. Dasar Hukum
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997, kemudian diubah dengan Undang-undang no.19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2001.
b. Pengertian
Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi penegihan) di kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak masa pajak dan tahun pajak.
Adapun Tujuan perubahan UU PPSP No.19/2000 yaitu :
1) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
2) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strate.
3) Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak.
4) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak maupun kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan gugatan.
Hal – hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000 :
1) Mempertegaskan proses pelaksanaan penagihan pajak dengan menambahkan ketentuan Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan dan Surat Lain yang sejenisnya sebelum Surat Paksa dilaksanakan.
2) Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif .
3) Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi komisaris, pemegang saham, pemilik modal.
4) Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha penanggung pajak.
5) Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang.
6) Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas prosentase tertentu dari hasil penjualan .
7) Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh wajib pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak.
8) Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi .
9) Memperjelas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan.
10) Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah, menghalang – halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak
2. Pelaksanaan Surat Paksa
Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
3. Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus.
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
4. Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa
Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita acara.
5. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi
a. Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan.
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta warisan belumdibagi.
d. Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia dan harta warisan telah dibagi.
F. Daluwarsa Penagihan
UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa.
1. Jangka Waktu Hak Penagihan
Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah malampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan:
a. Surat Tagihan Pajak
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
d. Surat Keputusan Pembetulan
e. Surat Keputusan Keberatan
f. Putusan Banding
g. Putusan Peninjauan Kembali
Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
2. Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak
Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
a. Diterbitkan Surat Paksa
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
c. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
d. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
1. Pengertian Pajak
Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama.Untuk lebih jelasnya dan untuk memahami pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pajak, maka dikemukakan beberapa definisi pajak sebagai berikut:
Undang-undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa:
“Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani, dalam dalam Pudyatmoko (2009)
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan ) yang terutang olegh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan , dengan tidak mendapatklan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.”
Definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsursebagai berikut:
a. luran dan rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah negara. luran tersebut berupa uang (bukan barang).
b. Berdasarkan Undang-Undang, Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dan negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat di tunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeIuaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Fungsi pajak
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
3. Jenis – Jenis Pajak
Di Indonesia pajak dikelompokkan beberapa kategori, yaitu menurutgolongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya.
a. Menurut Golongannya
1)Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh).
2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif, adalah pajak yang penggenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
2) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikanpada objeknya baik pada berupa benda, keadaan, perbuatan,atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan subjek pajakmaupun tempat tinggal.
c. Menurut Lembaga Pemungutunnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang diadministrasikan pemerintah pusat dalam hal adalah Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jedral Pajak (DJP).
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakanuntuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri dari empat macam pajak, yaitu pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, biaya balik namakendaraan bermotor, dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan air permukaan. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan golongan C (mineral bukan logam dan batuan).
4. Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System
Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System,
Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Withholding System,
Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
5. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
a. Ajaran formal, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus, Ajaran ini diterapkan pada Official Assesment System.
b. Ajaran material, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya Undang- undang seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau sistem perbuatan. ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal,antara lain yaitu: pembayaran, kopensasi, daluwarsa/lewat,pembebasan, dan penghapusan.
1) Pembayaran yaitu utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan di hapus jika sudah dilakukan pembayaran kepada kas Negara.
2) Kompensasi yaitu apabila wajib pajak mempunyai kelebihan dalam pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang masih harus dibayar.
3) Daluwarsa/lewatyaitu terlampauinya waktu dalam melakukan penagihan utang pajak selama lima tahun sejak terjadi utang pajak.
4) Pembebasanyaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak.
5) Penghapusan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi administrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak dikarenakan keadaan keuangan wajib pajak.
6. Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
a. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi, perkembangan intelektual dan sistem pemungutan pajak itu sendiri. Walaupun perlawanan pajak ini secara nyata dari masyarakat, namunakibatnya masyarakat tidak mau membayar pajak.
b. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secaralangsung ditunjukkan terhadap fokus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Usaha tersebut dapat beruba pengelapan atau penyelundupanpajak, pembuatan faktur pajak fiktif, memanipulasi data, melalaikanpajak, dan sebagainya.
B. Efektivitas
Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai.semakin banyak rencana yang dapat dicapai,semakin efektif pula kegiatan tersebut,sehingga kata efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Anggriani, 2014)
C. Penagihan pajak
1. Pengertian Penagihan Pajak
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan (2011) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa).
2. Dasar penagihan Pajak
Dalam buku KUP, Dasar penagihan pajak yaitu:
1) Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah:
a. Surat Tagihan Pajak(SPT).
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
d. Surat Keputusan Pembetulan,Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,yangmenyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
2) Pasal 12UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah :
a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
b. Surat ketetapan pajak
c. Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.
3. Tindakan Penagihan Pajak
Proses penagihan pajak menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010)
Urutan
Tahapan Kegiatan Penagihan
Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Dasar hukum
1. Penerbitan surat teguran atau surat peringatan dan surat lain dan sejenis.
7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo utang pajak penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Pasal 8 s.d 11 permenkeu Nomor 24/PMK.03/2008
2. Penerbitan surat paksa
Sudah lewat 21(dua puluh satu) hari sejak terbitnya surat teguran / surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Pasal 7 UU Nomor 19/2000 dan pasal 15 s.d 23 peraturan menteri keuangan \nomor 24 /PMK.03/2008
3. Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan
Setelah lewat 2x24 jam surat paksa diberitahukan kepada penanggung jawab dan utang pajak belum dilunasi
Pasal 12 UU Nomor 19/2000
4. Pengumuman lelang
Setelah lewat waktu 14
hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak
Pasal 26 peraturan menteri keuangan Nomor 24/PMK.03`2008
5.Penjualan/pelelangan
barang sitaan
Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan pasal 28 peraturan menteri keuangan nomor 24/PMK.03.2008
D. Penagihan Pajak dengan Surat Teguran
1. Pelaksanaan Surat Teguran
Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian surat paksa dan sebagainya.
Sesuai pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penganggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran
Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau suerat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.
2. Penentuan tanggal jatuh tempo
Dalam buku KUP oleh Rudy suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010) Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukan penagihan pajak.
a. STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan setelah tanggal diterbitkan.
b. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang – undangan perpajakan, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
c. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak .
d. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak.
e. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
f. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
3. Penerbitan Surat Teguran
Dalam buku KUP Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaranpajak mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak menepati keputusan tersebut.
Penerbitan Surat Teguran harus dilakukan dengan mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah sebagai berikut:
a. Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan selama 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan.
b. Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya untuk permohonanbanding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hakmengajukan permohonan banding
c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan:
1) Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan Keputusan Keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan tersebut).
2) Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan dengan SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo putusan banding adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan tersebut).
3) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT).
4) Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
Surat Teguran dalam rangka penagihan pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan dan atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 7 hari sejak tanggal jatuh tempo.
E. Penagihan Pajak dengan Surat paksa
1. UU penagihan pajak dan surat paksa (PPSP)
a. Dasar Hukum
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997, kemudian diubah dengan Undang-undang no.19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2001.
b. Pengertian
Kegiatan penagihan pajak dilakukan oleh bagian penagihan (seksi penegihan) di kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar. Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak masa pajak dan tahun pajak.
Adapun Tujuan perubahan UU PPSP No.19/2000 yaitu :
1) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
2) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strate.
3) Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak.
4) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak maupun kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan gugatan.
Hal – hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000 :
1) Mempertegaskan proses pelaksanaan penagihan pajak dengan menambahkan ketentuan Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan dan Surat Lain yang sejenisnya sebelum Surat Paksa dilaksanakan.
2) Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif .
3) Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi komisaris, pemegang saham, pemilik modal.
4) Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha penanggung pajak.
5) Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang.
6) Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas prosentase tertentu dari hasil penjualan .
7) Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh wajib pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak.
8) Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi .
9) Memperjelas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan.
10) Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah, menghalang – halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak
2. Pelaksanaan Surat Paksa
Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
3. Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus.
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
4. Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa
Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita acara.
5. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi
a. Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan.
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta warisan belumdibagi.
d. Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia dan harta warisan telah dibagi.
F. Daluwarsa Penagihan
UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa.
1. Jangka Waktu Hak Penagihan
Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah malampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan:
a. Surat Tagihan Pajak
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
d. Surat Keputusan Pembetulan
e. Surat Keputusan Keberatan
f. Putusan Banding
g. Putusan Peninjauan Kembali
Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
2. Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak
Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
a. Diterbitkan Surat Paksa
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
c. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
d. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.