Latar Belakang Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Makassar

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat.Untuk mencapai tujuan dimaksud, pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri.

Dalam rangka kemandirian, pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak. Upaya tersebut dilakukan seiring dengan makin dominannya penerimaan pajak dalam RAPBN maupun APBN Indonesia beberapa tahun terakhir. Penerimaan dari sektor perpajakan merupakan penerimaan terpenting dalam anggaran pendapatan dan belanja. Tahun 2011 pemerintah menargetkan penerimaan pajaksebesar Rp 873.874 triliun, tahun 2012 sebesar Rp. 1.016.000 triliun. Tahun 2013 sebesar Rp 1.148.000 triliun, tahun 2014 sebesar Rp.1.246.000 triliun dan untuk tahun 2015 sebesar Rp.1.489.300 triliun dengan kata lain, sejak tahun 2011-2015 pemerintah menargetkan porsi penerimaan pajak sebesar 74,26% dari total penerimaan negara (Badan Pusat Statistik, 2015).

Untuk tahun 2015, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar 80% dari total keseluruhan pendapatan negara (Direktorat Jenderal Pajak, 2015). Untuk tahun 2011 sampai dengan 2012, realisasi penerimaan pajak melebihi dari target yang sudah ditetapkan pemerintah. Akan tetapi tidak untuk tahun 2013-2015, total penerimaan pajak untuk tahun 2013 adalah sebesar Rp.980,518 triliun atau sekitar 96,48% dari target, tahun 2014 penerimaan pajak berjumlah Rp.1.148,365 triliun, terealisasi 96,25 % dari target. Begitu juga untuk tahun 2015, penerimaan pajak hanya terealisasi sebesar Rp.1.246,000 triliun atau terealisasi sebesar 95,09%dari target yang ditetapkan. Dari data tersebut bisa dilihat bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak (tax compliance) dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih sangat rendah.

Pemerintah juga melakukan pembaharuan yang menyangkut kebijakan perpajakan, administrasi perpajakan, dan undang-undang perpajakan yang saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai target penerimaan pajak secara optimal. Negara juga memberi tanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk bertindak sebagai law enforcement agent, yaitu tindak penegakan hukum yang meliputi pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan.

Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,serta menjual barang yang telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000.

Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak, namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip keseimbangan antara biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan karena pelaksanaan penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dari beberapa upaya penagihan pajak yang telah diuraikan di atas, ada satu tahapan yang tidak perlu mengeluarkan lebih banyak biaya dan lebih banyak waktu untuk memprosesnya. Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat ke dalam penelitian yang berjudul “Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Makassar”.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel